oleh: Rian Juanda Djamani
PENDAHULUAN
Saat ini, biaya logistik mencapai 25 persen dari total nilai barang
yang diperdagangkan. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Amerika
Serikat (10 persen), Jepang (10-11 persen), dan Korea Selatan (16 persen).
Untuk menekan biaya logistik, menurut Menteri Koordinator
Perekonomian, Hatta Rajasa, setidaknya ada enam faktor yang sangat menentukan
yaitu; Komoditas Utama, Infrastruktur, Penyedia Jasa Logistik, Sumberdaya
Manusia, Sistem Teknologi Informatika serta Regulasi dan kelembagaan.
Pemerintah akan mempercepat pembangunan pusat-pusat distribusi dan
berupaya meningkatkan infrastruktur pelabuhan untuk menurunkan biaya logistik.
Dengan perbaikan itu, target biaya logistik sebesar 10 persen pada tahun 2014
atau 2015 dapat dicapai. Sehingga ongkos transportasi logistik di Indonesia
bisa menjadi murah dan efisien.
Menurut Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Indonesia
butuh pelabuhan yang strategis untuk menjadi penghubung internasional dan
lokal, ke depan, ekonomi dunia akan lebih banyak ditentukan oleh Asia. Karena
itu, kawasan utara Indonesia menjadi sangat strategis sebagai pintu masuk baru
kawasan Pasifik.
Pelabuhan Tanjung Priok |
PERMASALAHAN
Saat ini, kegiatan pelabuhan sudah menumpuk di Jawa dan Sumatera,
sehingga konsentrasi hanya terpusat di kawasan itu-itu saja, yang nyatanya sekarang
memiliki kapasitas dan kemampuan yang terbatas/tidak memadai dalam hal
penanganan barang di pelabuhan, di lain sisi jumlah kapal yang beroperasi terus
bertambah.
Menurut Data Kamar Dagang dan Industri Indonesia, pada tahun 2005,
sebanyak 6.000 kapal beroperasi di dalam negeri, saat ini, jumlahnya bertambah
menjadi 12.000 unit, tetapi tidak sebanding dengan pelabuhannya, sebagaimana
dikemukakan oleh Hatta Rajasa (Menko Perekonomian).
Apakah benar negara kita
kekurangan pelabuhan? Antara tahun 2005-2009, jumlah pelabuhan bertambah 14 persen menjadi 1.906 unit, bahkan menurut Direktur
Pelabuhan dan Pengerukan, Ditjen Perhubungan Laut, Kemal Heryandi, “Tahun 2011 kami
telah mendirikan dan membangun pelabuhan di 200 lokasi”.
Permasalahan yang sedang dihadapi adalah: 1. Apakah
pelabuhan-pelabuhan telah ada beroperasi dengan optimal; 2. Apakah kapasitas
terminal khusus sangat berlebih sehingga ada investasi yang sia-sia yang seharusnya
dapat dialihkan ke sektor lain; 3. Apakah pelabuhan yang telah dibangun ada
perawatan dan dilengkapi dengan sarana-sarana penunjang; 4. Apakah pelabuhan
telah dimanfaatkan secara efektif dan efisien serta menguntungkan; dan 5. Bagaimana
jalur konektifitas distribusi logistik berlangsung?
Permasalahan lain yang sering dihadapai adalah biaya waktu tunggu.
Ongkos waktu tunggu mulai kapal bersandar di pelabuhan hingga selesai bongkar
muat rata-rata 6,3 hari, berbeda jauh dengan Singapura yang maksimum dua hari.
Di beberapa negara tidak membutuhkan selama itu. Di Thailand misalnya, hanya
lima hari, di Amerika Serikat dan Inggris hanya empat hari. Bahkan, di
Australia dan Prancis butuh tiga hari, Hongkong hanya dua hari. Jika ini hal
ini tidak kita benahi dari sekarang juga akan membuat ongkos transportasi di
Indonesia semakin mahal.
Seperti yang terjadi di pelabuhan Tanjung Priok,
kapal-kapal yang menjalankan roda perekonomian terlalu lama bersandar di laut
lepas, hingga enam hari, yang menyebabkanbiaya transportasi perusahaan akan sangat tinggi. Padahal Sebanyak 70 persen aktivitas ekonomi
pelabuhan di Indonesia masih ditopang oleh Tanjung Priok.
MEMBANGUN SARANA DAN PRASARANA INFRASTRUKTUR
Kondisi pelabuhan Indonesia yang sangat memprihatinkan ini
menyebabkan transportasi kapal dari dan ke luar negeri untuk Indonesia menjadi
sangat mahal. Seharusnya pembangunan pelabuhan tidak hanya bertumpuk di kawasan
Jawa dan Sumatera saja, seharusnya difokuskan ke kawasan timur Indonesia, atau
mengoptimalkan semua pelabuhan-pelabuhan yang strategis. Bahkan, sebaiknya
pelabuhan yang sudah ada harus dievaluasi atau dimodernisasi sesuai dengan
tuntutan zaman.
Sebagaimana kita tahu, saat ini Jawa masih menjadi pusat
perekonomian nasional. Namun karena keterbatasan geografis dan pertimbangan
lingkungan, perluasan ekonomi harus dilakukan ke daerah. Alasan lain, sejak
dahulu kawasan Sumatera dan Timur Indonesia sudah terkenal dalam jalur
perdagangan internasional.
Namun akses kapal ke Indonesia Timur juga timpang. Ada beberapa
tempat yang baru bisa menerima kapal setiap 19 hari sekali. Padahal, kapal
menjadi andalan transportasi untuk Indonesia Timur. Buruknya akses
transportasi, karena faktor pelabuhan atau jalan yang buruk pada akhirnya
menyumbang angka kemiskinan tinggi. Konektivitas menjadi penyebab utama
menurunnya daya saing ekonomi nasional yang perlu pembenahan.
Salah satu cara yang dapat kita lakukan adalah dengan membangun sarana
dan prasarana infrastruktur pelabuhan yang layak dan representative serta
memiliki daya dukung yang tak kalah dengan pelabuhan-pelabuhan lain di dunia
(termasuk di dalamnya peningkatan produktifitas, konektifitas dan teknologi
informatika)
Bank Pembangunan Asia (ADB) menyoroti masih rendahnya pelayanan
pelabuhan di Indonesia. Kondisi ini akan menjadi isu penting dalam meningkatkan
kinerja perdagangan pada tahun depan. Ekonom Senior ADB untuk Indonesia, Edimom
Ginting, mengungkapkan, sekitar 70 persen dari transaksi perdagangan di
Indonesia berada di area pelabuhan. Karenanya, ketersediaan infrastruktur yang
memadai menjadi suatu hal yang penting. Menurut Forum Ekonomi Dunia, daya saing
kita peringkat 50, sedangkan pelayanan pelabuhan peringkat 115.
Hal
lain yang perlu kita perhatikan adalah modernisasi fasilitas pelabuhan,
penekanan waktu tunggu sehingga menghemat ongkos/biaya logistik (ongkos
waktu tunggu mulai kapal bersandar di pelabuhan hingga selesai bongkar muat
harus ditekan menjadi tiga hari, atau bahkan bisa menyamai Singapura), meningkatkan
koordinasi lapangan (semestinya dari sisi bea dan cukai menyangkut dokumen bisa cepat selesai dengan sistem
elektronik), serta melakukan
kebijakan-kebijakan terbaik yang bersifat maju, membangun, efektif, efisien dan
tepat guna, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
KONEKTIVITAS
Konektivitas merupakan aspek penting dalam mengefisiensikan
pelabuhan, terutama terkait distribusi barang. Salah satunya dengan menyediakan
sarana transportasi yang aman, cepat dan nyaman. Di beberapa negara barang yang
dibongkar muat di pelabuhan diangkut dengan kereta api, bahkan di pelabuhan
Hamburg memiliki “taxi container” atau barges yang bukan hanya
mengantar peti kemas dari satu dermaga ke dermaga lain, bahkan juga menuju
pelabuhan-pelabuhan lain di daratan Eropa. Sangat efisien karena biaya
pengangkutan melalui air hanya 10 persen dari biaya pengangkutan di darat. Dengan
demikian sebagian barang yang keluar dapat diangkut tanpa mengganggu lalu
lintas lokal dengan harga yang relatif murah. Bagaimana dengan Indonesia?
Dulu pelabuhan Cirebon dan Tegal terhubungkan dengan jaringan
kereta api, tapi kini tidak lagi. Sejak tahun 1970-an orientasi pengangkutan di
Indonesia terfokus pada angkutan darat, padahal makin hari makin terjadi
kemacetan, bahkan kemacetan terjadi terutama di ruas-ruas pelabuhan di Jawa,
sehararusnya harus segera diatasi segera. Tanpa menyelesaikan kemacetan lalu
lintas di seputar pelabuhan, maka pembenahan di dalam pelabuhan tidak akan
banyak berarti.
Sebenarnya pemerintah sedang membangun tol akses pelabuhan Tanjung
Priok, tetapi merupakan tol biasa, bisa dipastikan di Jakarta yang kemacetannya
sudah akut, maka tol itu akan segera dipenuhi oleh kendaraan pribadi.
Seharusnya jalur yang dibangun adalah jalan khusus untuk truk barang dari
kawasan industry menuju pelabuhan.
PRODUKTIFITAS
Mahalnya harga barang yang dipicu oleh tingginya biaya logistik,
disebabkan oleh inefisiensi dan rendahnya produktifitas di pelabuhan. Salah
satu penyelesaian masalah tersebut bukanlah dengan membangun lebih panjang
dermaga atau membangun pelabuhan-pelabuhan di banyak tempat. Tapi yang
dibutuhkan adalah alat kerja, crane, dan pendukung lainnya supaya dapat
membongkar-muat barang atau container dengan cepat. Dengan produktifitas
tinggi, tak akan ada kapal antre 3-4 hari. Utilitas tinggi, juga menurunkan
ongkos transportasinya. Jangan seperti di papua, karena tak ada crane,
maka tali baja/sling harus dipasang manual di empat titik peti kemas,
ongkosnya satu juta untuk pasang sling.Selain itu perlu juga dilakukan pengerukan alur masuk, sehingga yang
tadinya berkedalaman 3 meter bisa menjadi 10 meter, dengan demikian mampu
melayani kapal-kapal dengan bobot mati 40.000 ton, dengan demikian pemasukan
terhadap pelabuhan pun bertambah. Selalu mengamati perkembangan, berfikir out of box dan
berani memutuskan, merupakan syarat-syarat utama untuk mengefisiensikan dan
meningkatkan produktifitas kerja di pelabuhan.
PEMBERDAYAAN TEKNOLOGI INFORMATIKA
Selain pembangunan fisik, pemberdayaan Teknologi Informatika (TI)
dalam pengelolaan sebuah pelabuhan perlu dipelajari dan diaplikasikan secara
baik dan tepat. Pengaplikasiannya harus mampu mengefisiensikan kinerja
pelabuhan. Di tengah keterbatasan untuk membangun pelabuhan yang besar, ada
banyak ruang tercipta dengan keberdaaan TI.
Sistem TI yang akan dikembangkan dan diterapkan diharapkan mampu
mengintegrasikan data dari perusahaan pelayaran, jasa pengangkutan, bea cukai, hingga polisi
air dan lembaga-lembaga pemerintahan. Sistem ini juga diharapkan mampu
menggerakkan armada kapal
Contohnya, di pelabuhan Valencia, sistem TI adalah “jantung” dari
segala aktivitas di sana. Semua tersistem, bahkan tak ada truk yang masuk pelabuhan tanpa notifikasi dari
otoritas pelabuhan. Tidak ada satu pun pergerakan truk yang sia-sia. Begitu
juga ketika sebuah kapal hendak memasuki pelabuhan Valencia, langsung
dikirimkan pesan supaya alat kerja siap membongkar container, lalu langsung
memesan truk dari sebuah perusahaan trucking untuk membawa peti kemas
keluar pelabuhan. Begitu juga dengan sistem TI di Rotterdam dan Hamburg. Dengan
demikian tidak ada kepadatan lalu lintas maupun kemacetan.
TI apapun bentuknya, sangatlah membantu pengaturan lalu lintas
kapal seperti yang terjadi di Rotterdam dan Valencia. Setiap tahun ada 34.000
kapal berlayar dari dan menuju Rotterdam melintas lautan bebas, juga ada lebih
100.000 kapal menuju pedalaman Eropa.
Dengan adanya TI, pelabuhan Hamburg di Jerman, disokong
keberadaannya menjadi salah satu
pelabuhan tersibuk di dunia dengan produktifitas 7,9 juta unit peti kemas
ukuran 20 kaki pada tahun 2010 atau hampir dua kali lipat dari Pelabuhan
Tanjung Priok di Jakarta. Meski sibuk, pelabuhan ini sangat efisien sehingga
terlihat teratur bahkan sepi dari pekerja. Juga tidak terlihat deretan kapal
yang buang sauh seperti teramati di Pelabuhan Boom Baru di Sungai Musi atau
Pelabuhan Pontianak di Sungai Kapuas. Kombinasi dari pembangunan fisik
dan pemberdayaan TI, perlu segera dipelajari dari berbagai pelabuhan
ternama dunia yang memiliki kinerja yang sangat baik untuk segera diterapkan di
Indonesia.
KESIMPULAN
Kata kunci untuk menuntaskan persoalan logistik dan mahalnya biaya
angkut adalah dengan memaksimalkan efisiensi di pelabuhan sehingga harga barang
dapat diturunkan. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan
produktifitas yang didukung
infrastruktur pelabuhan yang baik dan sumberdaya yang berkualitas, serta dengan
bekerja cerdas dalam membangun.
Harus dipahami juga, membangun pelabuhan bukan sekedar untuk
mengefisiensikan logistik di negeri ini, pelabuhan adalah sebuah tujuan
tersendiri, tujuan wisata bagi pelancong tentunya pelabuhan harus rapi,
teratur, serta bersih dari sampah dan segala macam polusi. Bila tiap pelabuhan
di Indonesia dapat diefisiensikan dengan segera, bangsa ini segera menjadi
bangsa yang besar. Insya Allah J
Referensi:
- . Lubis, Ernani. 2012. Pelabuhan Perikanan. IPB Press, Bogor
- . Triatmodjo, Bambang. 2007. Pelabuhan. Beta Offset. Jogyakarta
- . SUSTAINING PARTNERSHIP. Media Informasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta, Edisi Khusus Pelabuhan, 2011
- . Harian Umum Kompas, Kamis, 27 Desember 2012 “Pemerintah Benahi Logistik”
- . Harian Umum Kompas, Rabu, 26 Desember 2012 “Biaya Logistik 25 Persen”
- . Http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/375572-adb--layanan-pelabuhan-indonesia-buruk
- . Http://www.inaport1.co.id/?p=2063
Refere
saya suka tulisannya Pak, informatif sekali
BalasHapus