Oleh:
Rian Juanda, Asep Hamzah, Izza Mahdiana dan Muhammad Ihsan
Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Perikanan Laut, IPB
PENDAHULUAN
Bagan merupakan salah satu jaring angkat yang dioperasikan di
perairan pantai pada malam hari dengan menggunakan cahaya lampu sebagai faktor
penarik ikan. Menurut Subani (1972), di Indonesia bagan diperkenalkan pada awal
tahun 1950 dan sekarang telah banyak mengalami perubahan. Bagan pertama sekali
digunakan oleh nelayan Makassar dan
Bugis di Sulawesi Selatan, kemudian nelayan daerah tersebut membawanya kemana-mana
dan akhirnya hampir dikenal di seluruh Indonesia. Dilihat dari bentuk dan cara
pengoperasiannya bagan dibagi menjadi tiga macam, yaitu bagan tancap, bagan
rakit dan bagan perahu.
Gambar 1. Salah Satu Jenis Bagan |
No
|
Nama lokal
|
Lokasi
|
WPP
|
Jaring Angkat Menetap
|
|||
Anco
|
|||
1
|
Anco
|
Kedung, Malang, Jepara, Jawa
Tengah
|
III
|
Bagan Tancap
|
|||
1
|
Bagan Tancap
|
Serang, Banten
|
III
|
2
|
Bagan Tancap
|
Bima, Nusa Tenggara Barat
|
IV
|
3
|
Bagan Tancap
|
Sel Hitam, Sebatik, Nunukan,
Kalimantan Timur
|
IV
|
4
|
Bagan Tancap
|
Palopo, Sulawesi Selatan
|
IV
|
5
|
Bagan Tancap
|
Oesapa, Kelapa Lima, Kupang, Nusa
Tenggara Timur
|
IX
|
6
|
Tangkul
|
Tangkahan
|
IX
|
Jaring Angkat Tidak Menetap
|
|||
Bagan Rakit
|
|||
1
|
Bagan Apung
|
Berakit, Kepulauan Riau
|
II
|
2
|
Bagan Apung
|
Solubomba, Banawa, Donggala,
Sulawesi Tengah
|
IV
|
3
|
Bagan Apung
|
Banggae, Majene, Sulawesi Barat
|
IV
|
4
|
Bagan Apung
|
Labuhan, Pandenglang, Banten
|
IX
|
5
|
Bagan Apung
|
Teluk Palabuhan Ratu, Sukabumi
|
IX
|
Bagan Perahu
|
|||
1
|
Bagan Perahu
|
Karawang
|
III
|
2
|
Tangkul Perahu
|
Soni, Dampal Selatan, Toli-Toli,
Sulawesi Tengah
|
IV
|
3
|
Bagan Perahu
|
Teluk Sape, Teluk Waworada, Bima,
Nusa Tenggara Barat
|
IV
|
4
|
Bagan Perahu
|
Sel Hitam,Sebatik, Nunukan,
Kalimantan Timur
|
IV
|
5
|
Bagan Perahu
|
Mawasangka, Buton, Sulawesi
Tenggara
|
IV
|
6
|
Bagan Rakit
|
Paku, Binuang, Polewali, Mandar,
Sulawesi Barat
|
IV
|
7
|
Bagan Perahu
|
Abeli, Kendari, Sulawesi Tenggara
|
IV
|
8
|
Bagan Perahu
|
Manggar, Balikpapan Timur,
Balikpapan, Kalimantan Timur
|
IV
|
9
|
Bagan Perahu
|
Palopo, Sulawesi Selatan
|
IV
|
10
|
Bagan Perahu
|
Teluk Ambon Baguala, Ambon, Maluku
|
V
|
11
|
Bagan Perahu
|
Sathean, Tual, Maluku Tenggara
|
VI
|
12
|
Bagan Perahu
|
Kota Ternate, Maluku Utara
|
VII
|
13
|
Bagan Perahu
|
Hamadi, Jayapura, Papua
|
VIII
|
14
|
Bagan Perahu
|
Klalin Pantai, Klalin, Sorong,
Irian Jaya Barat
|
VIII
|
15
|
Bagan Perahu
|
PPN Sibolga, Sumatera Utara
|
IX
|
16
|
Bagan Perahu
|
PPN Bungus, Kota Padang, Sumatera
Barat
|
IX
|
17
|
Tangkul Perahu
|
Palabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa
Barat
|
IX
|
18
|
Tangkul Perahu
|
Oesapa, Kelapa Lima, Kupang, Nusa
Tenggara Timur
|
IX
|
19
|
Bouke Ami
|
Sekitar Pulau Aru, Irian Jaya
|
VI
|
Sibolga, Sumatera Utara, Sekitar Pulau
Sumba, NTT
|
IX
|
Lingkungan
|
Sumberdaya
Ikan
|
Biodiversity
|
Keselamatan
Manusia
|
|
Fishing
boat
|
Hemat energy; tidak menghasilkan polusi
|
-
|
-
|
Aman bagi nelayan
|
Fishing
gear design and material
|
Terbuat dari bahan yang pengadaannya tidak merusak lingkungan
atau ekosistem yang dilindungi; jenis
|
Selektif;
low potential of ghost fishing
|
Tidak
mengurangi biodiversity; low potential of ghost fishing
|
Aman bagi nelayan
|
Fisherman
|
Terlatih,
memahami dan menerapkan konsep efisiensi dan konservasi
|
|||
Fishing
methods and operations
|
Tidak merusak lingkungan perairan dan
habitat; tidak menimbulkan
konflik dengan kegiatan lainnya; sesuai dengan peraturan
|
Selektif;
Tidak merusak habitat ikan
|
Tidak mengurangi biodiversity;
survival binatang laut lainnya tinggi
|
Tidak membahayakan nelayan dan orang
lain di laut
|
On-board
fish handling
|
Mereduksi polusi
|
Menjamin survival dari ikan yang
dikembalikan ke laut (discards); memanfaatkan ikan secara maksimum
|
Melepaskan binatang laut lain;
Menjamin survival binatang laut
lain
|
Aman bagi nelayan
|
Capture
|
Ikan yang tertangkap seragam, legal atau
proper size,
|
Tidak menangkap jenis yang dilindungi
|
Aman bagi konsumen
|
Jumlah cara pengendalian ikan
|
Kombinasi dan urutan pengendalian
|
Mekanisme tertangkapnya ikan
|
||||
Tg
|
Tp
|
Ft
|
HS
|
P
|
||
1 cara
|
A
|
+
|
||||
R
|
||||||
D
|
+
|
|||||
2 cara
|
A-R
|
|||||
A-D
|
+
|
+
|
||||
R-D
|
||||||
D-R
|
||||||
D-A
|
- Perikanan bagan tidak lagi mengkhususkan diri pada alat tangkap dengan hasil tangkapan utama teri seperti saat pertama kali dibuat. Bagan saat ini merupakan alat tangkap yang dapat menangkap berbagai macam ikan pelagis dengan fototaksis positif. Sehingga perlu disesuaikan mata jaring serta ikan hasil tangkapan yang bisa ditangkap.
- Perlu ada substitusi bahan pembuat alat tangkap selain bambu.
- Posisi operasi bagan harus lebih dijelaskan karena saat ini seringkali mengganggu alur pelayaran.
- Sebagai alat tangkap yang sebagian besar berposisi dilaut (jarang berada di dermaga) kemungkinan untuk substitusi energi dari solar, minyak tanah atau gas dirubah menjadi solar cell (energi surya). Bahkan akan menjadi sangat baik jika menggunakan air laut sebagai energi utama.
- Selektifitasnya rendah, khususnya ikan teri, bagan apung cukup selektif terhadap ikan ini.
- By-catch tinggi, menangkap tidak saja pada target spesies tetapi juga terkadang banyak menangkap ikan non target spesies.
- Konsumsi BBM masih digunakan, dan diharapkan menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan.
Berdasarkan metode dasar penangkapan ikan (Fridman
dan Carrothes, 1986) bagan tergolong kategori alat tangkap filtering (FT), sedangkan
jika ditinjau dari cara dasar mengendalikan tingkah laku ikan, bagan
menggunakan cara atraction (menarik perhatian ikan dengan bantuan
lampu).
KAPAL
Kapal ikan adalah kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang
mencakup penggunaan dalam aktivitas penangkapan ikan atau mengumpulkan
sumberdaya perairan, pengelolaan usaha budidaya, serta penggunaan dalam
beberapa aktivitas seperti riset, training,
dan inspeksi sumberdaya perairan. Pada
kapal perikanan dilakukan kerja menangkap, menyimpan, dan mengangkut ikan
(Nomura 1977) vide Suyitno (2009),
sedangkan menurut Undang-Undang No.45 Tahun 2009 tentang perikanan, kapal
perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk
melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan
ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan atau eksplorasi
perikanan.
Kapal atau perahu yang digunakan pada alat tangkap bagan apung berfungsi
sebagai alat transportasi dari fishing
base atau TPI ke fishing ground
dan sebaliknya (Effendi 2002). Pada perikanan bagan, perahu mempunyai dua
fungsi berbeda sesuai dengan jenis bagan yang digunakan. Untuk bagan tancap,
maka fungsi dari kapal adalah untuk membawa nelayan ke bagan dan mengangkut
ikan hasil tangkapan bagan. Untuk bagan perahu, kapal yang digunakan berfungsi
juga sebagai bagian dari operasi penangkapan ikan.
ALAT TANGKAP
Bagan merupakan jenis alat tangkap tradisional
yang masih banyak digunakan di beberapa perairan Indonesia, terutama pada
perairan yang berarus tenang dan terlindung. Bagan apung dioperasikan di daerah pantai dan bersifat pasif, sehingga
ketergantungan nelayan terhadap migrasi ikan ke daerah pantai sangat besar. Bagan apung dibuat dari rangkaian
atau susunan bambu berbentuk segi empat, pada bagian tengah dari bangunan
bagan dipasang jaring yang ukurannya 1 meter lebih kecil dari bangunan bagan.
Pada dasarnya alat
ini terdiri dari bambu dan jaring yang
berbentuk persegi empat. Pada keempat sisinya
terdapat bambu-bambu yang melintang dan menyilang dengan maksud untuk
memperkuat berdirinya bagan, diatas bangunan bagan di bagian tengah terdapat
bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari
hujan dan tempat untuk melihat ikan. Alat tangkap ini pada umumnya berukuran 8 m x 8 m, sedangkan tinggi
dari dasar perairan rata-rata 8 meter. (Subani et al. 1989).
Berdasarkan fungsinya, komponen unit penangkapan bagan apung terdiri dari
(Effendi 2002) :
a.
Panggung bagan merupakan bangunan berbentuk piramida terpotong, terbuat
dari batang bambu yang dirangkai dengan ikatan tali tambang. Pada bagian atas panggung terdapat rumah bagan
dan roller berfungsi sebagai alat
penggulung dan pengulur tali pada saat penurunan dan pengangkatan jaring.
b.
Jaring bagan terbuat dari bahan polyprophylene
dengan ukuran mata jaring berkisar antara 0,2 – 0,4 inch dengan posisi terletak pada bagian bawah bangunan bagan yang
diikatkan pada bingkai bambu yang berbentuk segi empat. Bingkai bambu tersebut dihubungkan dengan
tali pada ke empat sisinya yang berfungsi untuk menarik jaring. Pada ke empat sisi jaring
diberi pemberat sebanyak 4 buah yang berfungsi untuk menenggelamkan
jaring dan memberikan posisi jaring yang baik selama dalam air.
c.
Alat bantu yang digunakan adalah petromak, alat penggulung (roller) dan
serok. Petromak berfungsi sebagai
pemikat ikan sehingga berkumpul dibawah lampu yang biasa digunakan nelayan
adalah sebanyak 3-6 buah. Setelah ikan
tertangkap pada jaring bagan, maka ikan diambil dengan serok dan dimasukkan ke
keranjang.
Penempatan bagan dilakukan dengan menancapkan
kaki bagan ke dasar perairan atau diapungkan dengan bantuan rakit, perahu, atau drum bekas. Nelayan menyebut bagan
dengan kaki yang ditancapkan ke dasar perairan sebagai bagan tancap. Bagan
yang diapungkan sebagai bagan apung.
Bagan tancap hanya dapat dioperasikan menetap pada suatu perairan. Dengan
demikian, bagan tancap harus dioperasikan pada perairan yang benar-benar
berarus tenang dan bukan daerah yang ramai oleh lalu lintas pelayaran. Adapun
bagan apung dapat dioperasikan secara berpindah-pindah tergantung dimana
terdapat banyak ikan. Sesekali bagan apung didaratkan di pantai untuk
menghindari gelombang besar atau untuk dilakukan perbaikan.
NELAYAN
Nelayan menurut Subani et al.
(1989) adalah orang yang ikut dalam pengoperasian penangkapan ikan secara
langsung, maupun tidak langsung, sedangkan menurut UU No.45 Tahun 2009 nelayan
adalah orang yang mata pencahariannya melakukan usaha penangkapan ikan.
Nelayan bagan yaitu orang yang mengoperasikan bagan, umumnya hanya satu
orang dalam satu bagan. Secara umum ada dua kategori nelayan bagan, yaitu
nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan
pemilik disebut sebagai juragan, yaitu orang yang memiliki alat tangkap bagan. Nelayan buruh adalah nelayan yang
mengoperasikan bagan dengan sistem bagi hasil (Effendi 2002).
METODE PENGOPERASIAN
BAGAN APUNG
Junaidi (2001) mengemukakan bahwa bagan apung adalah alat tangkap yang
dioperasikan dengan cara dinaikkan atau ditarik keatas dari posisi horisontal
yang ditenggelamkan untuk menangkap ikan yang berada diatasnya dengan menyaring
air. Pengoperasian bagan umumnya
dilakukan setelah matahari mulai tenggelam.
Penangkapan dengan menggunakan bagan diawali dengan menurunkan jaring
hingga batas kedalaman tertentu. Selanjutnya
lampu dinyalakan untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul disekitar lampu
yang diletakkan di bawah bagan kemudian lampu dimatikan satu persatu sehingga
hanya tersisa satu lampu dibagian tengah jaring bagan, langkah selanjutnya
yaitu mengangkat jaring bagan dan hasil tangkapan yang dipindahkan dari jaring
ke dalam keranjang-keranjang hasil tangkapan dengan menggunakan serok (Subani et al. 1989).
Bagan sangat mengandalkan cahaya. Oleh
karenanya, pengoperasian bagan hanya dapat
dilakukan pada malam hari saat bulan mati. Pada kondisi gelap, jenis-jenis ikan
yang bersifat fototaksis positif sangat mudah dikumpulkan. Ini berbeda dengan
saat bulan terang. Ikan sangat menyebar. Iluminasi cahaya dari bagan yang
rendah dibandingkan dengan iluminasi cahaya bulan tidak akan mampu mengumpulkan
ikan.
HASIL TANGKAPAN BAGAN
Hasil tangkapan bagan apung selama kurun waktu 1984 sampai 2003 yang
dikumpulkan Takril (2005) dari 20 peneliti menyebutkan bahwa hasil tangkapan
bagan menunjukkan bahwa ikan hasil tangkapan terdiri dari empat kelompok besar
yaitu, pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan total spesies yang tertangkap selama kurun waktu tersebut berjumlah 39 jenis.
Beberapa spesies dominan yang tertangkap oleh bagan menurut Takril (2005)
diantaranya teri (Stolephorus sp),
tembang (Sardinella fimbriata),
kembung (Rastrelliger spp), selar (Selaroides sp), layang (Decapterus spp), pepetek (Leiognathus sp), layur (Trichiurus savala) dan cumi-cumi (Loligo sp).
PENYEBARAN BAGAN DI
INDONESIA
Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang banyak digunakan nelayan
untuk menangkap ikan pelagis kecil. Unit
penangkapan bagan pertama kali diperkenalkan oleh nelayan Bugis – Makasar
sekitar tahun 1950-an. Selanjutnya dalam
waktu relatif singkat alat tangkap ini sudah dikenal di seluruh Indonesia.
Perkembangan bagan yang begitu pesat di perairan Indonesia merupakan indikasi
bahwa unit penangkapan bagan memiliki karakteristik yang sesuai dengan masing -
masing daerah dimana bagan dioperasikan (Sudirman 2003). Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan
dikelompokkan dalam jaring angkat (lift
net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka
disebut light fishing (Subani et al. 1989).
Komisi pengkajian stok sumberdaya ikan Indonesia yang dimulai pada
tahun 1997 telah membagi batas-batas dan luasan wilayah pengelolaan perikanan
(wpp). Pembagian tersebut bertujuan untuk membantu menghitung potensi dan
penyebaran sumberdaya ikan. Wilayah pengelolaan perikanan tersebut terbagi
menjadi 9 (sembilan) wilayah, dan memilki batas daratan, perairan, lintang
(derajat) dan atau bujur (derajat), dengan nama wilayah yang berbeda-beda, yaitu: Selat Malaka, Laut
Cina Selatan dan Natuna, Laut Jawa, Selat Makassar dan Laut Flores, Laut Banda,
Laut Arafura, Laut Seram dan Teluk Tomini, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik,
dan terakhir Samudera Hindia, dengan total luasan wilayah pengelolalan
perikanan Indonesia sebesar 5.595.000 km persegi (Komnas Pengkajian Stok SDI
Laut, 2008).
Nama lokal dan jenis alat tangkap jaring angkat yang digunakan
nelayan di wilayah pengelolaan perikanan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Nama Lokal Alat Tangkap Jaring Angkat
Sumber: Sebaran Alat Penangkapan Ikan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia, 2007
BAGAN DAN KAITANNYA DENGAN KEGIATAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG
JAWAB
Menurut Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF) yaitu terdapat 9 (sembilan ) kriteria suatu
alat tangkap dikatakan ramah terhadap lingkungan, antara lain :
1. Mempunyai selektifitas yang tinggi
2. Tidak merusak habitat
3. Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi
4. Tidak membahayakan nelayan
5. Produksi tidak membahayakan konsumen
6. By-catch rendah
7. Dampak ke biodiversty rendah
8. Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi
9. Dapat diterima secara sosial
Selektivitas adalah kemampuan suatu alat tangkap untuk menangkap
spesies ikan tertentu dari suatu populasi campuran (Hamley, 1975; Friedman,
1986 dalam Baskoro, 2012). Sampai saat ini selektivitas digunakan sebagai alat
penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan karena mudah dalam
penggunaannya. Lembaga pangan dunia (FAO) telah mengeluarkan petunjuk
pengelolalaan perikanan yang baik dengan menjelaskan betapa pentingnya
penggunaan alat dan metode penangkapan yang selektif untuk mengurangi sampah
perikanan (by-catch) berupa hasil
tangkapan yang di buang lagi ke laut, hasil tangkapan bukan target (non-target spesies), serta dampaknya
terhadap spesies tersebut. Himbauan ini bertujuan untuk menjaga kelestarian
sumberdaya ikan yang pada akhirnya dapat memberikan jaminan keberlanjutan
kegiatan perikanan (Baskoro, 2012).
Bagaimana dengan alat tangkap bagan? Berdasarkan
penelitan Sudirman 2011 yang dilakukan di perairan Makassar terhadap bagan
tancap, performance selektifitas bagan tancap sangat buruk, baik dilihat dari
ukuran maupun jenis ikan yang tertangkap. Hal ini ditunjukkan dengan sempitnya
batas ukuran antara yang tertahan dengan yang lolos. Dari ketiga jenis spesies
yang lolos, hanya ikan teri yang dapat di kalkulasi selektifitasnya dan
menunjukkan bahwa pada ukuran 2,1cm ikan teri masih dapat lolos pada mata jaring,
sedangkan udang masih lolos pada ukuran 1,9 cm dan ikan peseng lolos pada ukuran
2 cm. untuk komposisi jumlah hasil tangkapan harian alat tangkap bagan tancap
selama penelitian yaitu : (primary catch sebesar : 75 %, Bycatch sebesar
: 22 % dan Discard catch : sebesar 3 %). Hal ini menunjukkan bahwa bagan
tancap kurang ramah terhadap lingkungan. Menurut Yuda 2012, berdasarkan
penelitian yang dilakukan di perairan teluk Palabuhanratu, alat tangkap bagan
apung tergolong kurang ramah lingkungan karena ikan yang tertangkap lebih
banyak didominasi oleh ikan yang belum dewasa (56,44%) dan bukan ikan tujuan
utama (45,33).
Dengan mata jaring yang kecil dan bisa menangkap ikan
dengan ukuran kecil, maka akan mengganggu biodiversitas dari ikan lain. Hal ini tidak sulit untuk
dicegah karena nelayan memiliki kemampuan yang rendah dalam memilih mana ikan
yang layak tangkap tau tidak. Contohnya adalah ikan hasil tangkapan yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu yang merupakan ikan tongkol ukuran panjang 10
cm (baby tuna). Sesuai dengan tropic level dari makhluk hidup dimana
ikan kecil ada, maka ikan besar akan datang sebagai pemangsa. Ikan-ikan baby
tuna ini sebenarnya ada kemungkinan akan memangsa ikan atau planton yang ada
disekitar ikan teri, namun tertangkap. Dari segi selektivitas alat tangkap,
perikanan bagan memang perlu ada perbaikan dari segi operasi penangkapan.
Untuk konstruksinya sendiri
bagan tidak memiliki permasalahan berarti terhadap ekosistem. Hanya keberadaan
bagan seringkali mengganggu alur pelayaran kapal yang akan melakukan operasi
penangkapan. Perikanan bagan saat belum teratur dalam pelaksaannya, sebagai
contoh perikanan bagan di perairan Palabuhanratu. Bagan di Palabuhanratu
diletakkan tidak teratur dan seperti
sesuka nelayan. Posisi yang berdekatan serta berada disekitar perairan pantai
menyebabkan nelayan lain yang memiliki armada kecil dan sulit untuk melakukan
penangkapan yang lebih jauh akan kesulitan. Perlu ada pengaturan jarak atau
lokasi yang memang diperbolehkan untuk bagan. Hal ini terkait dengan kondisi
nelayan yang memang memiliki pengetahuan yang rendah dalam hal selektivitas.
Nelayan di Indonesia tidak
memiliki pelatihan sebelumnya, siapa saja bisa menjadi nelayan. Berbeda dengan
nelayan yang berada di luar negeri khususnya di Uni Eropa dimana orang yang
akan menjadi nelayan harus mengikuti kursus (short course) sehingga
mempunyai keahlian dan kesadaran dalam menjaga lingkungan. Tidak hanya dalam
melakukan operasi penangkapan ikan kesadaran nelayan rendah. Tetapi saat
melakukan penanganan ikan hasil tangkapan di atas bagan.
Di beberapa bagan di daerah
perairan Sumatera bagan seringkali dilengkapi dengan rumah bagan yang mempunyai
tempat pengolahan. Penanganan ika hasil tangkapan yang dilakukan dapat berupa
perebusan ikan hasil tangkapan. Terkadang limbah perebusan ikan hasil tangkapan
tidak ditampung dan dibuang di tempat limbah, tetapi langsung dibuang ke
laut.keadaan ini bisa saja menjadi pencemar bagi ekosistem laut.
Salah satu ciri kegiatan
penangkapan ikan yang ramah lingkungan yang lainnya adalah memiliki armada yang
hemat energi dan tidak menimbulkan polusi. Sampai saat ini dalam operasi penangkapan
ikan bagan, masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Hal ini harus dapat
diatasi sehingga kedepan mampu menggunakan bahan bakar yang lebih ramah
lingkungan seperti hydro energy, atau energi surya.
Tabel 2.
Ciri Kegiatan Penangkapan Ikan yang Ramah Lingkungan
SISTEM PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN
1) Control Centre
; Pada perikanan Bagan
terbagi atas beberapa jenis yaitu
bagan tancap, bagan perahu dan bagan apung. Pada umumnya beberapa
jenis bagan ini control centre kendalikan oleh satu
orang yaitu nelayan bagan.
2) Fish Locating
Device ; pada perikanan Bagan pada umumnya
menggunakan alat bantu yaitu lampu sebagai
alat penarik perhatian ikan yang
memiliki sifat fototaksis positif dan serok yang berfungsi membantu dalam
pengambilan hasil tangkapan pada saat jaring diangkat.
3) Fish Capture
Device ; alat
yang digunakan untuk mengumpulkan ikan pada alat tangkap bagan yaitu lampu.
4) Gear Control
Agent
; pada
alat tangkap Bagan yaitu nelayan bagan
itu sendiri.
5) Fishing Gear
Monitor ;
pada perikanan Bagan yaitu melihat banyaknya ikan yang berkumpul
dibawah lampu (catchable area)
kemudian kestabilan nelayan dalam penarikan jaring.
6) Fish Behaviour
Modifier ; pada
dasarnya perlakuan
dalam mengoperasikan alat tangkap bagan yang dapat dimodifikasi yaitu
intensitas cahaya, jenis jaring, mesh size, tudung lampu (reflector), posisi keberadaan lampu pemanggil dan diameter penarik
jaring (line hauler).
7) Behaviour
control agent ;
pada perikanan Bagan yaitu nelayan bagan itu sendiri.
8) Behaviour
Modifier Monitor ; menggunakan modifikasi kaca yang digunakan oleh
nelayan tradisional.
Tabel 3 Metode
Tertangkapnya Ikan Dengan Alat Tangkap Bagan
REKOMENDASI
Saat ini bagan memiliki tingkat selektivitas
yang rendah karena mampu menangkap ikan dengan berbagai ukuran dan berbagai
jenis. Terkadang ikan yang tertangkap merupakan ikan yang belum layak tangkap.
Bagan yang dioperasikan diwilayah pesisir memang untuk saat ini tidak
menimbulkan dampak yang signifikan terhadap perkembangan perikanan secara umum,
akan tetapi jika dibiarkan terlalu lama
maka akan berdampak. Maka, untuk mengatasi kemungkinan yang akan terjadi
dimasa yang akan datang, beberapa perbaikan dalam perikanan bagan bisa
dilakukan melalui langkah sebagai berikut:
KESIMPULAN
Pada alat
tangkap bagan ada beberapa kriteria yang kurang memenuhi persyaratan sebagai
alat tangkap yang ramah lingkungan, diantaranya adalah:
Dari ketiga kriteria tersebut solusi yang dapat diberikan untuk
meningkatkan keramahannya adalah untuk selektifitas dan by-catch yang rendah
diperlukan perbaikan mesh size. Sedangkan untuk konsumsi BBM yang tinggi
dianjurkan menggunakan solar cell sebagai alternatif yang perlu dicoba .
REFERENSI
Baskoro,
M. S dan Yusfiandayani, R. 2012. Metode Penangkapan Ikan. Dept. PSP,
FPIK IPB. Bogor.
Effendi I. 2002.
Pengaruh Penggunaan Rumpon pada Bagan Apung Terhadap Hasil Tangkapan. [Skripsi]
(tidak dipublikasikan). Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.
Junaidi. 2001. Bagan
Perahu di Labuan Bajo, Flores : Rancang Bangun dan Metode Pengoperasiannya.
[Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor. 66 hal.
Lucky
Kusuma Yuda, Dulmi’ad Iriana dan Alexander M. A. Khan. 2012. Tingkat
keramahan lingkungan alat tangkap bagan di perairan Palabuhanratu, Kabupaten
Sukabumi. Jurnal kelautan dan perikanan Vol 3, No. 3 Sept 2012
Puspito, Gondo.
2008. Lampu Petromaks: Manfaat, Kelemahan dan Solusinya pada Perikanan Bagan.
Dept. PSP, Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor
Sasmita,
W dan Widodo. 2007. Sebaran Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Indonesia. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang.
Sasmita, W dan
Widodo. 2007. Sebaran Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Indonesia. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang.
Subani
W dan Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Edisi
Khusus Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan
laut.BPPP, Dept. Pertanian. Jakarta
Sudirman
dan Mallawa, A. 2004.Teknik Penangkapan Ikan.Rineka Cipta.Jakarta
Sudirman,
Abdul Rahim Hade dan Sapruddin. 2012. Perbaikan tingkat keramahan lingkungan
alat tangkap bagan tancap melalui perbaikan selektivitas mata jaring.
Bulletin Penelitian LP2M Universitas Hasanuddin, Vol.II, No.1-Maret 2011.
Suyitno SP. 2009.
Keragaan Unit Penangkapan Ikan di Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton.
[Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 61
hal.
Takril. 2005. Hasil
Tangkapan Sasaran Utama dan Sampingan Bagan Perahu di Polewali, Kabupaten
Polewali Mandar, Sulawesi Barat. [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar